Lontong gulai atau ketupat gulai di Padang kini tidak
lagi hanya untuk sarapan pagi. Lontong gulai saat ini juga naik kelas
menjadi salah satu pilihan jajanan kuliner di malam hari. Tetapi
istimewanya tidak hanya sekadar lontong sayur biasa yang diguyuri gulai
cempedak dengan taburan kerupuk.
Lontong pilihan kuliner pada malam hari ini adalah lontong stengkel.
Stengkel ini adalah tulang kaki sapi yang didalamnya masih ada cairan
sum-sum. Biasanya untuk sup.
Tempat mencari ontong stengkel ada di Pujasera di Jalan Gajahmada di
sebelah kiri MAN Negeri 2 di
Gunung Pangilun Padang. Namanya Lontong
Stengkel Amak Galak. Mulai dijual setelah magrib hingga pukul 11 malam.
Walau warung itu baru dibuka, beberapa pembeli malah sudah duduk
lesehan dan sudah menikmati lontong stengkel. Tak lama pesanan datang.
Seporsi lontong dengan beberapa potongan cempedak diantara kuah gulai,
kerupuk dan sepotong stengkel yang besar di atasnya dalam posisi
berdiri. Potongan stengkel itu dilengkapi dengan pipet untuk menyeruput
cairan sum-sum. Dan untuk mengikis daging yang masih melekat di tulang
stengkel, juga disediakan pisau tipis yang tajam.
Ini bukan lagi jenis makanan ringan, tetapi cocok untuk makan malam
yang berat dan mengenyangkan. Rasa gulai cempedaknya memang lebih
nikmat, karena dimasak dengan tulang stengkel yang masih berdaging
sehingga rasa gulai cempedaknya lebih gurih dari gulai cempedak biasa.
Cempedaknya juga empuk.
Karena tidak terbiasa makan stengkel, saya hanya menghabiskan
sebagian daging pada tulang. Tetapi pengunjung lain yang tampaknya
penggemar berat stengkel di sebelah saya, tampak begitu telaten mengikis
daging dan lemak pada tulang dengan pisaunya, lalu mencampurnya dengan
kuah gulai cempedak dan menikmatinya walau tangannya juga belepotan
kuah.
Lontong stengkel ini sebelumnya juga dibuat untuk sarapan oleh
Hermayenti sang permasak lontong stengkel. Awalnya, masakan lontong
stengkel ini dibuat oleh ibunya dijual di dekat rumah mereka di Stasiun
Kereta Api Simpang Haru di Padang.
"Kami juga punya usaha rumah makan, lalu pada tukang daging sering
minta stengkel, dan oleh ibu saya dicampur untuk membuat gulai cubadak
untuk lontong, ternyata rasanya enak, akhirnya kami juga membuat lontong
dengan stengkel yang dijual di rumah untuk tetangga di sekitar rumah,"
kata Hermayenti yang murah senyum.
Nama lontong stengkel Amak Galak memang dipakai dari julukannya yang
murah senyum . Galak dalam bahasa Minang artinya tertawa. Amak artinya
emak. Merek Amak Galak itu dibuat setelah usaha ini dilanjutkan oleh
putrinya Sriwahyeni dan tidak lagi dijual di sekitar rumah tetapi pindah
ke sebuah Pujasera di Jalan Gajahmada di sebelah kiri MAN 2 Gunung
Pangilun Padang.
Di tangan Sriwahyeni, lontong stengkel kini menjadi salah satu
pilihan kuliner malam di Padang. Penggemarnya juga cukup banyak. Bila
Anda penggemar stengkel, silahkan coba lontong stengkel di Padang.
0 komentar :
Posting Komentar